Para
pendidik adalah seorang contoh ataupun panutan bagi para peserta didiknya.
Bukan hanya untuk peserta didiknya saja tapi masyarakat sekitarpun sangat segan
bahkan menganggap tenaga pendidik (guru, dosen, dsb) adalah dewa yg dimana
setiap ucapannya adalah kalimat-kalimat ajaib. Berbicara mengenai para pendidik
atau dalam kata lain guru nampaknya sangat menarik, melihat kini banyaknya para
pendidik yang bejublak membeludar menekuni
dan mengambil profesi ini. Tapi, apakah kita tahu tentang idealnya guru dalam
filsafat idealisme pendidikan bagaimana?
Kita tahu bahwasanya ‘ideal’
adalah sebuah kata yang bermakna kesesuaian, kecocokan. Berbeda dengan kata
‘idealisme’ dalam lingkup filsafat. Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin
yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari
kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Arti falsafi dari kata
idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata ide dari pada kata ideal.
Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran,
akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealis memenekankan
mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) dari pada materi. Akal adalah yang
riil sedang materi adalah produk sampingan. Dengan demikan maka idealisme
menganggap bahwa dunia pada dasarnya hanya sebuah mesin besar dan harus
ditafsirkan sebagai materi atau kekuatan saja.
Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu
ajaran, faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas
ruh-ruh (sukma) atau jiwa, ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu.
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah
pemikiran manusia.
Membahas tentang idealisme dan
pendidik nampak cukup menarik Terpapar jelas di atas penjelasan mengenai arti
idealisme baik dari segi umum maupun filsafat, dan dapat disimpulkan memang
adanya suatu keharusan bagi para pendidik untuk menerapkan dan memahami aliran
filsafat yang satu ini. Mengapa? Karena agar para pendidik paham tentang
profesinya, dan lebih menjiwai profesinya.
Mengapa harus menjiwai? Disini
dipaparkan secara jelas pemahaman idealisme, yang dimana dikatakan diatas tadi,
yaitu merupakan sebuah realitas yang terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran,
akal dan jiwa bukan benda material dan kekuatan. Hal itu terjadi kata idelisme
sendiri berasal dari kata idea yang berarti sesuattu yang hadir dalam jiwa. Jika
sudah jelas defininya seperti ini lalu mengapa masih banyak para pendidik yang
kurang menjiwai profesi ini? Bukankah menjadi seorang pendidik bukan hanya
sebuah profesi melainkan panggilan jiwa?
Semua kembali pada prinsip dan
pandangan masyarakat awam menngenai pendidik. Dahulu orang yang mengambil
profesi sebagai pendidik dianggap sebagai sebuah profesi yang tidak menjanjikan
untuk masa depan. Bayangkan saja, gaji deorang pendidik pada saat itu jauh dari
kata cukup, hingga akhirnya banyak dari pada pendidik kita mencari pekerjaan
tambahan untuk mencukupi kebutuhannya itu. Walaupun seperti itu, para pendidik
pada jaman itu bekerja mendidik anak bangsa dengan penuh dedikasi, penuh dengan
jiwa, walau nyatanya gaji mereka tak sebanding dengan pengorbanan mereka.
Alhasil karena mereka menjiwai profesi itu dan spirit mendidiknya sangat
tinggi, tak masalah gaji berapapun yang mereka terima asalkan anak-anak didik
mereka mendapatkan ilmu yang layak. Banyak pendidik-pendidik hebat pada jaman
itu yang melahirkan anak-anak didik yang hebat juga. Dengan cinta dan penuh
kesabaran mereka mendidik. Karena apa? Karena panggilan jiwalah yang membuat
mereka yakin bhwa pendidik adalah profesi yang menjanjikan, bukan karena
gajinya tetapi karena dedikasinya untuk anak-anak bangsa.
Berbanding terbalik dengan para
pendidik pada era global ini. Pendidik
era global kini kurang menjiwai profrsi ini, seolah mangesampingkan
idealisme ini. Realitanya kini banyak pendidik yang hanya menginginkan
materiilnya saja dari profesi ini, memang tidak munafik jika materiil juga
merupakan sebuah kebutuhan yang sangat penting, tetapi jiwa dalam profesi
mendidiknya tidak ada, bahkan tanggung jawabnya pun lenyap.
Mengapa saya berani menyatakan
seperti ini? Karena selain ini tidak sejalan dengan aliran idealism yang
dijelaskan di awal tadi, hal ini pun berdampak pada keseluruhan system
pendidikan. Jika pendidiknya saja sudah tidak menjiwai, tidak bertanggung
jawab, lalu bagaimana nasib anak-anak didiknya? Akankah dunia pendidikan di
Indonesia yang sudah melorot ini main melorot bahkan tak tertutup?. Kualitas
pendidik mempengaruhi system dan spirit pembelajaran dalam mendidik, namun jika
seperti ini adanya, hancur sudah. Indonesia sudah menempati posisi kedua terbawah
di dunia dalam bidang pendidikan, hal ini terjadi karena rendahnya bahkan
kurang terpercayanya lulusan-lulusan para pendidik dan lemahnya kualitas para
pendidik dalam implementasi kependidikan.
Jika kita kembali mengaitkannya
dengan filsafat aliran idealisme, terutama di masa abad pertengahan seperti
iini, justru aliran inilah satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua
alat pikir adalah dasar idelaisme ini. Idealisme adalah pandangan dunia atau
metafisik yang mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas ide, fikiran dan
jiwa. Dunia dipahami dan ditafsirkan oleh penyelidikan hukum-hukum fikiran dan
kesadaran dan tidak hanya oleh metoda objektif semata. Terdapat harmoni yang
dalam antara manusia dan alam. Alam adalah sistim yang logis dan spiritual, hal
ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Jiwa merupakan bagian yang sebenarnya dari dari proses alam. Proses ini dalam
bagian yang tinggi menunjukan dirinya sebagai aktivitas, akal, jiwa atau
perorangan. Prinsip idealisme yang pokok adalah kesatuan organik. Kaum
idealisme condong untuk menekankan teori koherensi atau konsistensi dalam
memperoleh kebenaran. Suatu putusan (judgment) akan benar jika ia sesuai
dengan putusan-putusan lain yang sudah diterima sebagai ”benar” .
Pendidik harusnya bisa terbantu
untuk hidup kembali jika mereka telah membaca bahkan memahami maksud dan tujuan
aliran idealism ini. Bukan justru sebaliknya, tertiup dan melupakannya.
Sebenarnya idealism sendiri tidak hanya terpaut di dalam pendiidikan saja,
idealism juga berkaitan dengan Tuhan,kebudayaan, tradisi dan aalam. Seperti
yang tertera dalam ‘Titus, Smith Nolan, 1984:315-327’, idealisme dikelompokan
menjadi tiga yakni : idealisme subyektif, idealisme obyektif dan personalisme.
a.
Idealisme subyektif-immaterialisme yang
kadang-kadang disebut mentalisme atau fenomenalisme. Idealisme subyektif
adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia
atau ide sendiri. Menurut idealisme: akal, jiwa dan persepsinya merupakan segala
yang ada. Benda-benda seperti pohon dan bangunan itu ada tetapi hanya ada dalam
akal yang mempersepsikannya. Yang menjadi permasalahan bukan benda-benda itu tapi
bagaimana mempersepsikannya.
b.
Idealisme
Obyektif dengan tokohnya adalah Plato. Pendapatnya bahwa di belakang alam
perubahan, emperis, fenomena yang kita lihat dan kita rsakan terdapat alam
ideal yaitu alam sensi, form, atau ide. Dunia di bagi menjadi dua yakni : pertama, dunia persepsi, dunia
penglihatan, suara dan benda-benda individual. Dunia seperti ini bukan dunia
sesungguhnya hanya merupakan dunia penampakan saja. Kedua, yakni alam konsep, idee, universal, atau esensi dan abadi.
Ide adalah transenden dan asli sedang persepsi dan benda-benda individual
adalah copy atau bayangan dari ide tersebut.
c.
Personalisme atau idealisme Personal menganggap
realitas dasar bukan pemikiran yang abstrak atau pemikiran yang khusus tetapi
merupakan seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir. Oleh karena personalitas
mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada yang lainnya,maka masyarakat harus
diatur sedemikian rupa sehingga tiap orang dapat memperoleh kehidupan dan
kesempatan yang sebesar-sebesarnya.
Aliran filsafat Idealisme
merupakan suatu aliran filsafat yang mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan suatu angan-angan, yaitu dunia idea. Pokok pemikiran
Idealisme ialah (1) menyakini adanya Tuhan sebagai ide tertinggi dari kejadian
alam semesta ini. (2) Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis
dan bersifat spiritual. (3) Kenyataan sejati ialah bersifat spiritual (4)
Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga
dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. (5) Idealisme
menganggap bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang muncul dan terlahir
dari kejadian di dalam jiwa manusia. (6) Menurut idealisme,
tujuan pendidikan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian mulia dan
memiliki taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi dan ideal serta memiliki rasa
tanggung jawab kepada masyarakat.
a)
Metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang
sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya
kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang
lebih berperan.
b)
Humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan
berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c)
Epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar
diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran
hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran
yang cemerlang.
d)
Aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh
kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau
metafisika.
Prinsip-prisip Idealisme :
a.
Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas
substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (spirit). Menurut penganut idealisme,
dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang sebagai suatu sistem yang
masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah suatu totalitas, suatu
kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
b.
Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah
kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada
dalam jiwa manusia.
c.
Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia.
Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga
benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Demikian pula
terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
d.
Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo
sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang
ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak.
Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan kaum
idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa
dari kejadian alam semesta ini.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu
terdiri dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau
ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan, yang berarti
pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.
Inti dari Idealisme
adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau
kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya
material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih
dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu
yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir
atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang berpendapat
bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah
fenomena pengiring.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar