PSIKOLOGI PENDIDIKAN dan PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
KOMPETENSI ANAK
KOMPETENSI
SOSIAL
Kompetensi,
mungkin kita sering bahkan tak asing lagi dengan kata kompetensi. Kompetensi atau
yang lebih kita kenal dengan kompetisi, target merupakan salah satu landasan
nilai standar yang harus bisa terpenuhi. Berbeda dengan kompetensi peserta
didik yang mana merupakan kemampuan
yang harus dimiliki atau bahkan dicapai peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.
Kemampuan tersebut adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang
telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi
juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola
perilaku sehari-hari.
Membahas tentang kompetensi anak terutama untuk anak sekolah
dasar di bidang sosial nampaknya cukup menarik. Hubungan sosial sangat
diperlukan bagi anak-anak apalagi anak sekolah dasar, sebab hal ini merupakan
sebuah penyesuaian diri dengan orang lain. Kemampuan sosial ini dipengaruhi
oleh banyak hal, mulai dari faktor lingkungan tempat si anak bermain dan
bergaul, pengalaman, keluarga, sekolah dansebagainya. Jika hubungan sosial ini
terpupuk dengan benar maka tingkah laku pun akan sejalan dengan hubungan sosial
ini.
Perilaku sosial anak terkadang nampak unik mereka
merealisasikan apa yang mereka lakukan dengan spontan dan dengan sebatas
kemampuan mereka. Terkadang anak suka membangkan atau melawan, itu wajar karena
mungkin apa yang ia maksud tidak dimengerti oleh kita selaku orangtua ataupun
tenaga pendidik, atau bisa juga apa yang ia inginkan malah tidak terpenuhi oleh
kita. Melawan itu wajar karena itu merupakan salah satu cara ia membela dan
mempertahankan dirinya. Tapi melawan yang seperti apakah yang kiranya baik bagi
anak? Melawan yang memang pantas untk dilawan, dalam artian jika itu salah maka
katakan salah, jika itu tidak benar lawan dengan kebenaran. Pembangkangan ada
dua tipe, ada yang melalui verbal atau bahasa, ucapan, rengekan dan ada juga
yang melalui tindakan, seperti memukul, memecahkan dan sebagainya. Kita sebagai
pihak orang tua atau pun pendidik harus peka bahkan dituntut peka untuk
menangani kasus pembangkangan ini, agar si anak secara perlahan bisa mandiri,
bukan malah kita menjudge si anak itu anak nakal, bodoh tukang onar dan
sebagainya.
Persaingan, berselisih juga muncul di kompetensi ini.
Bersaing untuk menjadi yang terbaik, terdepan memacu sikap anak untuk terus
danterus berusaha agar tercapai. Perselisihan terjadi jika adanya kesalah
pahaman dan ketidaknyamanan, tersinggung itu wajar kaena mereka merasa
terganggu dan kita sebagai pihak yang lebih dewasa haru bisa menjadi penengah
dan contoh yang baik bagi mereka. Egosentris pun muncul pada kompetensi ini,
sikap saling berbagi tehadap sesama harus diterapkan sejak dini agar kelak
sifat buruk egosentris ini tidak muncul dan bahkan berkembang menjadi sangat
besar, apabila hal ini terjadi nilai sosial yang diharap-harapkan malah tidak
muncul atau bahkan tidak ada sama sekali dalam diri si anak.
Pada saat ini
salah satu tugas yang dihadapi orang tua adalah memperkenalkan anak kepada
kelompok teman sebayanya. Orang tua menginginkan anaknya berinteraksi sedini
mungkin dengan teman-teman sebayanya agar memperoleh kemampuan untuk dapat
bergaul dengan mereka. Pergaulan yang baik bagi satu orang tua mungkin berbeda
maknanya bagi orang tua lain, tetapi pada umumnya orang tua menginginkan
anaknya senang bersama anak-anak lain, disukai oleh mereka, berkelakuan baik
dalam kehadiran mereka. Perkembangan kompetensi sosial anak di dalam kelompok
teman sebayanya terkait dengan gaya asuh yang dipergunakan orang tua dalam
mengasuh anaknya. Mengapa gaya asuh yang dijadikan tolak ukur? Ya karena anak –
anak pasti bertingkah sesuai dengan apa yang orangtua mereka lakukan pada
mereka. Ingat anak meniru apa yang dia lihat dan menggungkapkan apa yang ia
dengar.
Dalam pergaulan teman sebayanya kadang anak SD menganggap seorang
teman adalah sesorang yang suka memberikan makanan, meminjamkan mainannya, dan
setara dengannya. Ciri-ciri yang seperti itulah yang terkadang menjadi acuan
anak-anak mencari teman. Namun hal baik dari teman sebaya ini, anak-anak bisa
lebih pandai dan mudah beradaptasi dengan yang lain, konflik pun bisa
berkurang. Dalam teman sebaya ini juga anak diajarkan untuk bekerjasama,
mandiri dan tidak bergantung.
Pindah dari teman sebaya menuju sekolah, sekolah yang tempat
untuk belajar memang sangat diharapkan oleh orangtua juga untuk mebangun
kompetensi sosialnya. Di sekolah anak diajarkan tentang bagaimana
bersosialisasi, diarahkan dengan hal – hal atau sesuatu yang baru dia kenal dan
yang pasti berguna untuk mereka kelak. Guru mengajarkan tentang sesuatu hal dan
anak menanggapi, itu tandanya kompetensi sosial anak secara tidak langsung
sudah berjalan. Kompetensi sosial yang dianggap bisa tumbuh dengan pesat di
sekolah nampaknya akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan jika tidak
dilatih sejak dini oleh orangtua dan keluarga juga lingkungan masyarakat
sekitar.
Seiring dengan berkembangnya zaman, kini interaksi sosial
anak sudah berubah. Kini si anak lebih sering asik berinteraksi sosial malalui
dunia maya. Memang suatu kemajuan jika anak sejak dini sudah paham dengan
sesuatu yang bernama ‘internet’, tapi itu pula yang kadang menyebabkan anak
sulit membandingkan mana sesuatu yang nyata dan yang mana yang maya. Terkadang
pula anak lebih aktif bersosialisasi di dunia maya tetapi rendah di dunia nyatanya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Ketidak percayaan diri anaklah yang kurang
terpola sejak dini yang menyebabkan hal seperti itu. Aktif bersosialisasi di
dunia maya memang boleh tak ada salahnya tetapi aktif di dunia nyatapun harus.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini pun anak sudah
sangat rajin bersosial, misalnya saja mereka selalu berempati terhadap
kasus-kasus bencana yang ada di negara Indonesia ini, bahkan mereka juga ikut
turun tangan member sumbangan apapun yang mereka miliki yang kiranya layak
untuk dikirim ke tempat becana itu. Walau seperti itu jika membandingkan antara
anak kota dengan anak desa, kompetensi sosial manakah yang lebih berperan
aktif, maka jawabannya adalah anak desa. Anak desa lebih rajin bersosial di
banding anak kota, karena jarak antar rumah di desa itu masih saling
berdekatan, dan rasa kekeluargaannya itu masih tinggi. Berbeda dengan anak
kota, yang hidupnya cenderung lebih individualis dan konsumtif, mereka memang
aktif bersosial tetapi hanya sebatas di dunia maya saja, untuk bersosialisasi
dengan lingkungannyapun cukup sulit karena faktor kesibukan masing-masing dan
individulisnya. Jadi wajar saja jika hampir kebanyakan anak kota terkadang
lebih asik dengan dunianya sendiri, egosentris, selfies dan sedikit arrogant.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh orangtua bagi anak
yang seperti ini? Beri waktu sedikit saja bagi si anak untuk bisa berinteraksi
langsung dengan orang tuanya terlebih dahulu, dan orang tua pun memberikan
sehari atau mungkin setengah hari untuk bisa bersama anak. Ubah pola asuh anak
agar anak bisa menirukannya di lingkungan sekitar. Jelaskan juga tentang
pentingnya bersosialisasi dan keuntungann apa saja yang akan di dapat dari
sosialisasi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar