Jumat, 31 Juli 2015

KOMPETENSI ANAK - KOMPETENSI SOSIAL



PSIKOLOGI PENDIDIKAN dan PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

KOMPETENSI ANAK  
KOMPETENSI SOSIAL
Kompetensi, mungkin kita sering bahkan tak asing lagi dengan kata kompetensi. Kompetensi atau yang lebih kita kenal dengan kompetisi, target merupakan salah satu landasan nilai standar yang harus bisa terpenuhi. Berbeda dengan kompetensi peserta didik yang mana merupakan kemampuan yang harus dimiliki atau bahkan dicapai peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Kemampuan tersebut adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Membahas tentang kompetensi anak terutama untuk anak sekolah dasar di bidang sosial nampaknya cukup menarik. Hubungan sosial sangat diperlukan bagi anak-anak apalagi anak sekolah dasar, sebab hal ini merupakan sebuah penyesuaian diri dengan orang lain. Kemampuan sosial ini dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari faktor lingkungan tempat si anak bermain dan bergaul, pengalaman, keluarga, sekolah dansebagainya. Jika hubungan sosial ini terpupuk dengan benar maka tingkah laku pun akan sejalan dengan hubungan sosial ini.
Perilaku sosial anak terkadang nampak unik mereka merealisasikan apa yang mereka lakukan dengan spontan dan dengan sebatas kemampuan mereka. Terkadang anak suka membangkan atau melawan, itu wajar karena mungkin apa yang ia maksud tidak dimengerti oleh kita selaku orangtua ataupun tenaga pendidik, atau bisa juga apa yang ia inginkan malah tidak terpenuhi oleh kita. Melawan itu wajar karena itu merupakan salah satu cara ia membela dan mempertahankan dirinya. Tapi melawan yang seperti apakah yang kiranya baik bagi anak? Melawan yang memang pantas untk dilawan, dalam artian jika itu salah maka katakan salah, jika itu tidak benar lawan dengan kebenaran. Pembangkangan ada dua tipe, ada yang melalui verbal atau bahasa, ucapan, rengekan dan ada juga yang melalui tindakan, seperti memukul, memecahkan dan sebagainya. Kita sebagai pihak orang tua atau pun pendidik harus peka bahkan dituntut peka untuk menangani kasus pembangkangan ini, agar si anak secara perlahan bisa mandiri, bukan malah kita menjudge si anak itu anak nakal, bodoh tukang onar dan sebagainya.
Persaingan, berselisih juga muncul di kompetensi ini. Bersaing untuk menjadi yang terbaik, terdepan memacu sikap anak untuk terus danterus berusaha agar tercapai. Perselisihan terjadi jika adanya kesalah pahaman dan ketidaknyamanan, tersinggung itu wajar kaena mereka merasa terganggu dan kita sebagai pihak yang lebih dewasa haru bisa menjadi penengah dan contoh yang baik bagi mereka. Egosentris pun muncul pada kompetensi ini, sikap saling berbagi tehadap sesama harus diterapkan sejak dini agar kelak sifat buruk egosentris ini tidak muncul dan bahkan berkembang menjadi sangat besar, apabila hal ini terjadi nilai sosial yang diharap-harapkan malah tidak muncul atau bahkan tidak ada sama sekali dalam diri si anak.
Pada saat ini salah satu tugas yang dihadapi orang tua adalah memperkenalkan anak kepada kelompok teman sebayanya. Orang tua menginginkan anaknya berinteraksi sedini mungkin dengan teman-teman sebayanya agar memperoleh kemampuan untuk dapat bergaul dengan mereka. Pergaulan yang baik bagi satu orang tua mungkin berbeda maknanya bagi orang tua lain, tetapi pada umumnya orang tua menginginkan anaknya senang bersama anak-anak lain, disukai oleh mereka, berkelakuan baik dalam kehadiran mereka. Perkembangan kompetensi sosial anak di dalam kelompok teman sebayanya terkait dengan gaya asuh yang dipergunakan orang tua dalam mengasuh anaknya. Mengapa gaya asuh yang dijadikan tolak ukur? Ya karena anak – anak pasti bertingkah sesuai dengan apa yang orangtua mereka lakukan pada mereka. Ingat anak meniru apa yang dia lihat dan menggungkapkan apa yang ia dengar.  
Dalam pergaulan teman sebayanya kadang anak SD menganggap seorang teman adalah sesorang yang suka memberikan makanan, meminjamkan mainannya, dan setara dengannya. Ciri-ciri yang seperti itulah yang terkadang menjadi acuan anak-anak mencari teman. Namun hal baik dari teman sebaya ini, anak-anak bisa lebih pandai dan mudah beradaptasi dengan yang lain, konflik pun bisa berkurang. Dalam teman sebaya ini juga anak diajarkan untuk bekerjasama, mandiri dan tidak bergantung.
Pindah dari teman sebaya menuju sekolah, sekolah yang tempat untuk belajar memang sangat diharapkan oleh orangtua juga untuk mebangun kompetensi sosialnya. Di sekolah anak diajarkan tentang bagaimana bersosialisasi, diarahkan dengan hal – hal atau sesuatu yang baru dia kenal dan yang pasti berguna untuk mereka kelak. Guru mengajarkan tentang sesuatu hal dan anak menanggapi, itu tandanya kompetensi sosial anak secara tidak langsung sudah berjalan. Kompetensi sosial yang dianggap bisa tumbuh dengan pesat di sekolah nampaknya akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan jika tidak dilatih sejak dini oleh orangtua dan keluarga juga lingkungan masyarakat sekitar.
Seiring dengan berkembangnya zaman, kini interaksi sosial anak sudah berubah. Kini si anak lebih sering asik berinteraksi sosial malalui dunia maya. Memang suatu kemajuan jika anak sejak dini sudah paham dengan sesuatu yang bernama ‘internet’, tapi itu pula yang kadang menyebabkan anak sulit membandingkan mana sesuatu yang nyata dan yang mana yang maya. Terkadang pula anak lebih aktif bersosialisasi di dunia maya tetapi rendah di dunia nyatanya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ketidak percayaan diri anaklah yang kurang terpola sejak dini yang menyebabkan hal seperti itu. Aktif bersosialisasi di dunia maya memang boleh tak ada salahnya tetapi aktif di dunia nyatapun harus.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini pun anak sudah sangat rajin bersosial, misalnya saja mereka selalu berempati terhadap kasus-kasus bencana yang ada di negara Indonesia ini, bahkan mereka juga ikut turun tangan member sumbangan apapun yang mereka miliki yang kiranya layak untuk dikirim ke tempat becana itu. Walau seperti itu jika membandingkan antara anak kota dengan anak desa, kompetensi sosial manakah yang lebih berperan aktif, maka jawabannya adalah anak desa. Anak desa lebih rajin bersosial di banding anak kota, karena jarak antar rumah di desa itu masih saling berdekatan, dan rasa kekeluargaannya itu masih tinggi. Berbeda dengan anak kota, yang hidupnya cenderung lebih individualis dan konsumtif, mereka memang aktif bersosial tetapi hanya sebatas di dunia maya saja, untuk bersosialisasi dengan lingkungannyapun cukup sulit karena faktor kesibukan masing-masing dan individulisnya. Jadi wajar saja jika hampir kebanyakan anak kota terkadang lebih asik dengan dunianya sendiri, egosentris, selfies dan sedikit arrogant.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh orangtua bagi anak yang seperti ini? Beri waktu sedikit saja bagi si anak untuk bisa berinteraksi langsung dengan orang tuanya terlebih dahulu, dan orang tua pun memberikan sehari atau mungkin setengah hari untuk bisa bersama anak. Ubah pola asuh anak agar anak bisa menirukannya di lingkungan sekitar. Jelaskan juga tentang pentingnya bersosialisasi dan keuntungann apa saja yang akan di dapat dari sosialisasi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar