DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
2.TUJUAN
BAB
II
PEMBAHASAN
- PSIKOLUINGISTIK DAN TEORI PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
- PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA DAN KEDUA
- PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
BAB
III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pemerolehan bahasa dan perkembangan
bahasa anak mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada
siswa di sekolah dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap
anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa
anak guru dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya.
Siswa sekolah dasar pada umumnya
berlatar belakang dwibahasa bahkan multi bahasa, sehingga dengan mempelajari
materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, guru dapat benar-benar
memahami konteks sosial budaya lingkungan anak didiknya dan menghargai
keragaman budaya tersebut.
- Tujuan
Atas dasar latar belakang diatas
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai calon guru dapat
memahami pemerolehan dan perkembangan bahasa anak sebagai dasar pembelajaran
bahasa di sekolah dasar kelas rendah. Secara khusus kita sebagai calon guru
diharapkan dapat:
- menjelaskan hubungan psikologilinguistik dengan pemerolehan dan perkembangan bahasa,
- menerangkan pemerolehan bahasa pertama dan kedua,
- memahami ragam pemerolehan bahasa dan strategi pemerolehan bahasa
- memahami perkembangan bahasa anak.
Agar kita sebagai calon pendidik
berhasil mempelajari bahan mandiri yang kami susun, maka bacalah materi yang
terdapat dalam makalah ini dan simak dengan baik presentasi yang akan kami
sampaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA
ANAK
- Psikolinguistik dan Teori Pemerolehan Bahasa Anak
Psikolinguistik adalah suatu studi
mengenai penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa oleh manusia (Levelt, 1975).
Menurut levelt ada 3 bidang kajian utama psikolinguistik, yaitu:
Psikolinguistik umum merupakan studi
tentang bagaimana pengamatan/persepsi orang dewasa terhadap bahasa dan
bagaimana ia memproduksi bahasa. Ada dua cara dalam persepsi dan produksi
persepsi bahasa ini, yakni: secara auditif dan visual. Persepsi bahasa secara
auditif adalah mendengarkan dan persepsi bahasa secara visual adalah
membaca.Dalam produksi bahasa kegiatannya adalah berbicara (auditif) dan
menulis (visual).
Psikolinguistik perkembangan adalah
studi psikologi mengenai perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik
perolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua. Dalam hal ini dibahas
persoalan-persoalan apa yang dialami seorang anak yang harus belajar dua bahasa
secara bersamaan atau bagaimana seorang anak memperoleh bahasa pertamanya.
Psikolinguistik terapan merupakan
aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada
orang dewasa maupun anak-anak, contoh: membahas tentang pengaruh perubahan
ejaan terhadap persepsi kita mengenai ciri visual dari kata-kata,
kesukaran-kesukaran pengucapan, program membaca dan menulis permulaan dan
bantuan /pengajaran bagi anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam
perkembangan bahasa.
Psikolinguistik dan pengajaran
bahasa memang tidak dapat dipisahkan, karena fokus atau tumpuan psikolinguistik
adalah pemerolehan bahasa, di samping pembelajaran bahasa dan pengajaran
bahasa.Oleh sebab itu masalah-masalah dalam pengajaran bahasa, seperti masalah
metode serta kesulitan membaca dan menulis permulaan di sekolah dasar telah
banyak dicoba untuk dipecahkan dalam kajian-kajian psikolinguistik.
Pemerolehan bahasa adalah
proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa
bahasa ibunya. Proses-proses ketika anak sedang memperoleh bahasa ibunya
terdiri dari dua aspek: pertama aspek performance yang terdiri dari aspek-aspek
pemahaman dan pelahiran, kedua aspek kompetensi. Proses-proses pemahaman
melibatkan kemampuan mengamati atau kemampuan mempersepsikan kalimat-kalimat
yang didengar sedangkan proses pelahiran melibatkan kemampuan melahirkan atau
mengucapkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua kemampuan ini apabila telah
betul-betul dikuasai seorang anak akan menjadi kemampuan linguistiknya.
Berdasarkan pengamatan dan kajian
para ahli bahasa dapat disimpulkan bahwa manusia telah dilengkapi sesuatu yang
khusus dan secara alamiah untuk dapat berbahasa dengan cepat dan mudah.Miller
dan Chomsky (1957) menyebutkan LAD (language acquisition device) yang intinya
bahwa setiap anak telah memiliki LAD yang dibawa sejak lahir.
- Pemerolehan Bahasa Pertama dan Kedua
- Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama (B1)
sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak
dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur
rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa
yang bersangkutan dengan baik.Kedua, pembicara harus memperoleh
‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif
bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan
sebagainya.Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih
banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan
bahasa pertama (PB1).
Pemerolehan bahasa pertama terjadi
bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu
bahasa.Pada masa pemerolehan bahasa tersebut, bahasa anak lebih mengarah pada
fungsi komunikasi daripada bentuk ata struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan
kata berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan orang tua atau kerabat
dekatnya.
Gracia (dalam, Krisanjaya, 1998)
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).Kalau
kita beranggapan bahwa fungsi tangisan sebagai awal dari kompetensi komunikasi,
maka ucapan kata tunggal yang biasanya sangat individual dan kadang aneh
seperti: “mamam” atau “maem” untuk makan, hal ini menandai tahap pertama
perkembangan bahas formal. Untuk perkembangan berikutnya kemampuan anak akan
bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi, yaitu anak akan menghadapi
tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintaksis
dan semantik.
Ada dua pandangan mengenai
pemerolehan bahasa (Mc Graw dalam Krisanjaya, 1998). Pertama pemerolehan bahasa
mempunyai permulaan mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai
sekitar satu tahun ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah
dari simbol pada kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka.
Pandangan kedua menyatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan
yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan
kognitif pralinguistik.
Lenneberg seorang ahli teori belajar
bahasa yang sangat terkenal (1969) mengatakan bahwa perkembangan bahasa
bergantung pada pematangan otak secara biologis. Pematangan otak memungkinkan
ide berkembang dan selanjutnya memungkinkan pemerolehan bahasa anak berkembang.
Terdapat banyak bukti, manusia memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak
lahir berupa kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus untuk
manusia. Bukti yang memperkuat pendapatnya itu, antara lain:
Kemampuan berbahasa sangat erat
hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia bagian otak
tertentu yang mendasari bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi
semua anak normal.
Kelainan hanya sedikit berpengaruh
terhadap keterlambatan perkembangan bahasa anak.
Bahasa tidak dapat diajarkan kepada
mahluk lain.
Bahasa bersifat universal, setiap
bahasa dilandasi unsur fonologi, semantik dan sintaksis yang universal.
Steinberg (1990) seorang ahli
psikolinguistik , menjelaskan perihal hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya
sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit-demi sedikit
apabila ada rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai masukan atau input. Input
ini berupa apa yang didengar, dilihat dan apa yang disentuh anak yang
menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami.
Lama-kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Apabila pikiran telah
berbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara serentak
dengan benda, peristiwa, dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari.
Walaupun masih terdapat perbedaan
tentang teori pemerolehan bahasa anak, tetapi kita semua meyakini bahwa bahasa
merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai
budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain yang hidup di masyarakat.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan
karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Agar anak dapat
disebut menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan
dengan perkembangan kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu, ruang, modalitas,
sebab akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan kognitif
penguasaan bahasa ibu seorang anak.
Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama
Anak-anak proses pemerolehan bahasa
pada umumnya menggunakan 4 strategi. Strategi pertama adalah meniru/imitasi.
Strategi pertama dalam pemerolehan bahasa dengan berpedoman pada: tirulah apa
yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipun ia sudah
dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa strategi
tiruan atau strategi imitasi ini akan menimbulkan masalah besar. Mungkin ada
orang berkata bahwa imitasi adalah mengatakan sesuatu yang sama seperti yang
dikatakan orang lain. Akan tetapi ada banyak pertanyaan yang harus dijawab
berkenaan dengan hal ini.
Ada berbagai ragam peniruan atau
imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan
atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi
terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atau imitation with
expansion, reduced imitation.
Strategi kedua dalam pemerolehan
bahasa adalah strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan
keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah
sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh.
Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat
“bercerita atau mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat
mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
Strategi ketiga adalah strategi
umpan balik antara strategi produksi ujaran (ucapan) dengan responsi.
Strategi keempat adalah apa yang
disebut prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman,
“Gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk memikirkan serta menggunakan
bahasa” (hindarkan kekecualian, prinsip khusus: seperti kata; berajar menjadi
belajar).
- Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai
saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia
menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu. Ada juga yang
menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa asing. Khusus bagi kondisi di
Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa
utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu sedangkan bahasa kedua berwujud
dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Tujuan pengajaran bahasa asing
kadang-kadang berbeda dengan pengajaran bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya
merupakan bahasa resmi di negara tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat
diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan.
Terdapat perbedaan dalam proses
belajar bahasa pertama dan bahasa kedua. Proses belajar bahasa pertama memiliki
ciri-ciri:
- Belajar tidak disengaja
- Berlangsung sejak lahir
- Lingkungan keluarga sangat menentukan
- Motivasi ada karena kebutuhan
- Banyak waktu untuk mencoba bahasa
- Banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada proses belajar bahasa kedua
terdapat ciri-ciri:
Belajar bahasa disengaja, misalnya
karena menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah
Berlangsung setelah pelajar berada
di sekolah
Lingkungan sekolah sangat menentukan
Pelajar tidak mempunyai banyak waktu
untuk mempraktikan bahasa yang dipelajari.
Bahasa pertama mempengaruhi proses
belajar bahasa kedua
Ada orang yang mengorganisasikannya,
yakni guru dan sekolah.
Strategi Belajar Bahasa Kedua
Dalam kaitannya dengan proses
belajar bahasa kedua perlu diperhatikan beberapa strategi yang dapat
diterapkan. Stern (1983) menjelaskan ada sepuluh strategi dalam proses belajar bahasa,
yaitu:
Strategi perencanaan dan belajar
positif.
Strategi aktif, pendekatan aktif
dalam tugas belajar, libatkan siswa anda secara aktif dalam belajar bahasa
bahkan melalui pelajaran yang lain.
Strategi empatik, ciptakan empatik
pada waktu belajar bahasa.
Strategi formal; perlu ditanamkan
kepada siswa bahwa proses belajar ini formal/terstruktruktur sebab pendidikan
yang sedang ditanamkan adalah pendidikan formal bukan alamiah.
Strategi eksperimental; tidak ada
salahnya jika anda mencoba-coba sesuatu untuk peningkatan belajar siswa anda.
Strategi semantik, yakni menambah
kosakata siswa dengan berbagai cara, misalnya permainan (contoh teka-teki);
permainan dapat meningkatkan keberhasilan belajar bahasa.
Strategi praktis; pancinglah
keinginan siswa untuk mempraktikan apa yang telah didapatkan dalam belajar
bahasa, anda sendiri harus dapat menciptakan situasi yang kondusif di kelas.
Strategi komnikasi; tidak hanya di
kelas, motivasi siswa untuk menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata meskipun
tanpa pantau, berikan pertanyaan-pertanyaan atau PR yang memancing mereka
bertanya kepada orang lain sehingga strategi ini terpakai.
Strategi monitor; siswa dapat saja
memonitor sendiri dan mengkritik penggunaan bahasa yang dipakainya, ini demi
kemajan mereka.
Strategi internalisasi; perlu
pengembangan/pembelajaran bahasa kedua yang telah dipelajari secara
terus-menerus/berkesinambungan.
Selanjutnya Rubin (dalam Stern,
1983) menyebutkan ciri-ciri pelajar yang baik ketika melakukan proses belajar
bahasa:
Ia mau dan menjadi seorang penerka
yang baik (dapat menerka bentuk yang gramatikal dan yang tidak gramatikal)
Suka berkomunikasi
Kadang-kadang tidak malu terhadap
kesalahan dan siap memperbaikinya; belajar setelah berbuat salah
Suka mengikuti perkembangan bahasa
Praktis, tidak terlalu teoritis
Mengikuti ujarannya dan
membandingkan dengan ujaran yang baku, ini baik untuk pelafalan
Mengikuti perubahan makna sesuai
kontes sosial.
- Perkembangan Bahasa Anak
Menurut Piaget dan Vygotsy (dalam
Tarigan, 1988), tahap-tahap perkembangan bahasa anak adalah sebagai berikut:
- Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama(0,0-0,5)
Pada tahap meraban pertama, selama
bulan-bulan awal kehidupan, bayi-bayi menangis, mendekut, mendenguk, menjerit,
dan tertawa.
Tahap meraban pertama ini dialami
oleh anak berusia 0-5 bulan. Pembagian kelompok usia ini sifatnya umum dan
tidak berlaku percis seperti anak. Berikut adalah rincian tahapan perkembangan
anak usia 0-6 bulan berdasaran hasil penelitian beberapa ahli yang dikutip oleh
Clark (1977).
0-2 minggu: anak sudah dapat
menghadapkan muka ke arah suara. Mereka sudah dapat membedakan suara manusia
dengan suara lainnya, seperti bel, bunyi gemerutuk, dan peluit. Mereka akan
berhenti menangis jika mendengar orang berbicara.
1-2 bulan: mereka dapat membedakan
suku kata, seperti (bu) dan (pa), mereka bisa merespon secara berbeda terhadap
kualitas emosional suara manusia.
3-4 bulan: mereka sudah dapat
membedakan suara laki-laki dan perempuan.
6 bulan: mereka mulai memperhatikan
intonasi dan ritme dalam ucapan. Pada tahap ini mereka mulai meraban (mengoceh)
dengan suara melodis.
Pada tahap ini perkembangan yang
mencolok adalah perkembangan comprehension (komprehensi) artinya
penggunaan bahasa secara pasif (Marat: 1983).
Komprehensi merupakan elemen bahasa
yang dikuasai terlebih dahulu oleh anak sebelum anak bisa memproduksi apapun
yang bermakna.Menurut Altmann (dalam Dardjowidjojo, 2000) bahwa sejak bayi
berumur 7 bulan dalam kandungan, seorang bayi telah memiliki sistem pendengaran
yang telah berfungsi. Pada hakikatnya komprehensi adalah proses interaktif yang
melibatkan berbagai koalisi antara 5 faktor, yakni: sintetik, konteks
lingkungan, konteks sosial, informasi leksikal dan prosodi.
Walaupun bahasa itu tidak diturunkan
manusia tetapi manusia memiliki kemampuan kognitif dan kapasitas linguistik
tertentu dan juga kapasitas untuk belajar (Marat: 1983). Dalam hal ini sekali
lagi peran orang tua, eluarga, lingkungan, bahkan pengasuh anak sangat
diperlukan dalam proses pengembangan bahasa secara optimal.
- Tahap Meraban Kedua (0,5-1,0)
Tahap ini anak mulai aktif artinya
tidak sepasif sewaktu ia berada pada tahap meraban pertama. Secara fisik ia
sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti memegang dan mengangkat benda
atau menunjuk. Berkomunikasi dengan mereka mulai mengasyikan karena mereka
mulai aktif memulai komunikasi, kita lihat apa saja yang dapat mereka lakukan
pada tahap ini.
5-6 bulan
Dari segi komprehensi kemampuan
bahasa anak semakin baik dan luas, anak semakin mengerti beberapa makna kata,
misal: nama, larangan, perintah dan ajakan. Hal ini menunjukkan bahwa bayi
sudah dapat memahami ujaran orang dewasa. Disamping itu bayi sudah dapat
melakukan gerakan-gerakan seperti mengangkat benda dan secara spontan
memperlihatkannya kepada orang lain (Clark: 1997).
Menurut tarigan (1985) tahap ini
disebut juga tahap kata omong kosong, tahap kata tanpa makna. Ciri-ciri lain
yang menarik selain yang disebutkan tadi adalah: ocehan, seringkali dihasilkan
dengan intonasi, kadang-kadang dengan tekanan menurun yang ada hubungannya
dengan pertanyaan-pertanyaan.
Pada saat si anak mulai aktif
mengoceh orang tua juga harus rajin merespon suara dan gerak isyarat anak.
Menurut Tarigan (1985), orangtua harus mengumpan balik auditori untuk memelihara
vokalisasi ana, maksudnya adalah agar anak tetap aktif meraban. Sebagai langkah
awal latihan ialah mengucapkan kata-kata yang bermakna.
7-8 bulan
Pada tahap ini orang tua sudah bisa
mengenalkan hal baru bagi anaknya, artinya anak sudah bisa mengenal bunyi kata
untuk obyek yang sering diajarkan dan dikenalkan oleh orang tuanya secara
berulang-ulang.Orang dewasa biasanya mulai menggunakan gerakan-gerakan isyarat
seperti menunjuk.Gerakan ini dilakukan untuk menarik perhatian anak, karena ibu
ingin menunjukkan sesuatu dan menawarkan sesuatu yang baru dan menarik (Clark,
1997).
Kemampuan anak untuk merespon apa
yang dikenalkan secara berulang-ulang pun semakin baik, misal: melambaikan
tangan ketika ayahnya pergi, bertepu tangan, dan sebagainya.
Seperti halnya anak-anak, orang tua
pun akan merasa puas dan gembira jika segala usaha untuk mengajari anaknya akan
mendapat respon. Artinya segala usaha orang tua ketika mengatakan sesuatu,
menunjukkan atau memperlihatkan sesuatu pada anaknya; mendapat respon si anak
karena anak paham dan perkembangan bahasanya sesuai dengan perkembangan
usianya.
8 bulan s/d 1 tahun
Pada tahap ini anak sudah dapat
berinisiatif memulai komunikasi.Ia selalu menarik perhatian orang dewasa,
selain mengoceh ia pun pandai menggunakan bahasa isyarat. Misalnya dengan cara
menunjuk atau meraih benda-benda.
Pada tahap ini peran orang tua masih
sangat besar dalam pemerolehan bahasa pertama anak.orang tua harus lebih aktif
merespon ocehan dan gerakan isyarat anak. Karena kalau orang tua tidak memahami
apa yang dimaksud anak, anak akan kecewa dan untuk masa berikutnya anak akan
pasif dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
Menurut Marat (1983) anak pada
periode ini dapat mengucapkan beberapa suku kata yang mungkin merupakan reaksi
terhadap situasi tertentu atau orang tertentu sebagai awal suatu simbolisasi
karena kematangan proses mental (kognitif). Dengan kata lain kepandaian anak
semakin meningkat. Semakin pandai si ana, pada akhirnya perkembangan meraban
kedua telah tercapai.Anak akan mulai belajar mengucapan kata pada periode
berikutnya yang disebut periode/tahap linguistik.
- Tahap Linguistik
Jika pada tahap pralinguistik
pemerolehan bahasa anak belum menyerupai bahasa orang dewasa maka pada tahap
ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa yang menyerupai ujaran orang dewasa.Para
ahli psikolinguistik membagi tahap ini ke dalam lima tahapan, yaitu:
- Tahap I, tahap Holofrastik (Tahap Linguistik pertama, 1,0-2,0)
Pada usia 1-2 tahun masuan kebahasan
berupa pengetahuan anak tentang kehidupan di sekitarnya semakin banyak, misal:
nama-nama keluarga, binatang, mainan, makanan, kendaraann, dan sebagainya.
Faktor-faktor masukan inilah yang memungkinkan anak memperoleh semantik (makna
kata) dan kemudian secara bertahap dapat mengucapkannya.
Tahap ini adalah tahap di mana anak
sudah mulai mengucapkan satu kata. Menurut Tarigan (1985). Ucapan-ucapan satu
kata pada periode ini disebut holofrase/holofrastik karena
anak-anak menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang
diucapkannya itu. Tahap holofrase ini dialami oleh anak normal yang berusia
sekitar 1-2 tahun. Waktu berakhirnya tahap ini tidak sama pada setiap anak. Ada
anak yang lebih cepat mengakhirinya, tetapi ada pula yang sampai umur anak 3
tahun.
Pada tahap ini gerakan fisik sangat menyentuh,
menunjuk, mengangkat benda dikombinasikan dengan satu kata. Seperti halnya
gerak isyarat, kata pertama yang digunakan bertujuan untuk memberi komentar
terhadap objek atau kejadian di dalam lingkungannya. Satu kata itu dapat berupa
perintah, pemberitahuan, penolakan, pertanyaan, dan lain-lain. Di samping itu
menurut Clark (1977) anak berumur 1 tahun menggunakan bahasa isyarat dengan
komunikatif. Fungsi gerak isyarat dan kata manfaatnya bagi ana itu sebanding.
Dengan kata lain, kata dan gerak itu itu sama pentingnya bagi anak pada tahap
holofrasa ini.
- Tahap II, kalimat Dua Kata (2,0-3,0)
Kanak-kanak memasuki tahap ini
dengan pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam rangakaian yang cepat
(Tarigan, 1980).Keterampilan anak pada akhir tahapa ini makin luar biasa.
Komunikasi yang ingin ia sampaikan adalah bertanya dan meminta.
Kata-kata yang digunakan untuk itu semua sama seperti perkembangan awal yaitu: sana,
sini, itu, lihat, mau, dan minta.
Selain keterampilan mengucapan dua
kata, ternyata pada periode ini si anak terampil melontarkan kombinasi antara
informasi lama dan baru. Pada periode ini tampak sekali kreativitasznzk.
Keterampilan tersebut muncul pada anak dikarenakan makin bertambahnya
pembendaharaan kata yang diperoleh dari lingkungannya dan juga karena
perkembangan kognitif serta fungsi biologis pada anak.
- Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0)
Pada tahap ini perkembangan ana
makin luar biasa. Marat (1983) menyebutkan perkembangan ini dengan kalimat
lebih dari dua kata dan periode diferensiasi. Tahap ini pada umumnya
dialami oleh anak berusia sekitar 2,5 tahun – 5 tahun. Anak mulai sudah dapat
bercakap-cakap dengan teman sebaya dan mulai aktif memulai percakapan. Fase
sebelumnyasampai tahap perkembangan 2 kata anak lebih banyak bergaul dengan
orang tuanya. Sedangkan pada tahap ini pergaulan anak makin luas yang berarti
menambah pengetahuandan menambah perbendaharaan kata.
Menurut Marat (1983) ada beberapa
keterampilan mencolok yang dikuasai anak pada tahap ini:
Pada akhir periode ini secara garis
besar ana telah menguasai bahasa ibunya, artinya kaidah-kaidah tata bahasa yang
utama dari orang dewasa telah dikuasai.
Perbendaharaan kata berkembang,
beberapa pengertian abstrak seperti: pengertian waktu, ruang, dan jumlah yang
diinginkan mulai muncul.
Mereka mulai dapat membedakan kata
kerja (contoh: makan, minum,pergi, masak, mandi), kata ganti (aku, saya) dan
kata kerja bantu (tidak, bukan, mau, sudah, dsb).
Fungsi bahasa untuk berkomunikasi
betul-betul mulai berfungsi; anak sudah dapat mengadakan konversasi
(percakapan) dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang dewasa.
Persepsi anak dan pengalamannya
tentang tentang dunia luar mulai ingin dibaginya dengan orang lain,dengan cara
memberian kritik, bertanya, menyuruh, memberi tahu, dan lain-lain.
Tumbuhnya kreativitas anak dalam
pembentukan kata-kata baru. Gejala ini merupakan cara anak untuk mempelajari
perkataan baru dengan cara bermain-main. Hal ini terjadi karena memang daya
fantasi anak pada tahap ini sedang berkembang pesat.
- Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Menjelang Dewasa/Pradewasa (4,0-5,0)
Pada tahap ini anak sudah mulai
menerapkan struktur tata bahasa dan kalimat-kalimat yang agak lebih rumit.
Misal, kalimat majemuk sederhana seperti di bawah ini:
mau nonton sambil makan keripi
mama beli sayur dan kerupuk
ayo nyanyi dan nari
Kemampuan menghasilkan
kalimat-kalimatnya sudah beragam, ada kalimat pernyataan/kalimat berita,
kalimat perintah dan kalimat tanya. Kemunculan kalimat-kalimat rumit di atas
menandakan adnya peningkatan kemampuan kebebasan anak.
Menurut Clark (1977) pada tahap ini
anak masih mengalami kesulitan bagaimana memetakan ide ke dalam
bahasa.Maksudnya adalah si anak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
pikirannya ke dalam kata-kata yang bermakna. Hal ini karena anak memiliki
keterbatasan-keterbatasan seperti: penguasaan struktur tata bahasa, kosa kata
dan imbuhan.
- Tahap Linguistik V : Kompetensi Penuh (5,0-)
Sejak usia 5 tahun pada umumnya
anak-anak yang perkembangannya normal telah menguasai elemen-elemen sintaksis
bahasa ibunya dan telah memiliki kompetensi (pemahaman dan produktivitas
bahasa) secara memadai. Walau demikian, perbendaharaan katanya masih terbatas
tetapi terus berkembang/bertambah dengan kecepatan yang mengagumkan.
Menurut Tarigan (1988) salah satu
perluasan bahasa sebagai alat komunikasi yang harus mendapat perhatian khusus
di sekolah dasar adalah pengembangan baca tulis (melek huruf). Perkembangan
baca tulis anak akan memanjang serta memperluas pengungkapan maksud-maksud
pribadi si anak, misal melalui penulisan catatan harian, menulis surat, jadwal
harian dsb. Dengan demikian perkembangan baca tulis di sekolah dasar memberikan
cara-cara yang mantap menggunakan bahasa dalam komunikasi dengan orang lain dan
juga dengan dirinya sendiri.
Pada masa perkembangan selanjutnya,
yakni pada usia remaja, terjadi perkembangan bahasa yang penting. Periode ini
menurut Gielson (1985) merupakan unsur yang sensitif untuk belajar bahasa.
Remaja menggunakan gaya bahasa yang khas dalam berbahasa, sebagai bagian dari
terbentuknya identitas diri. Akhirnya pada usia dewasa terjadi
perbedaan-perebedaan yang sangat besar antara individu yang satu dengan yang
lain dalam hal perkembangan bahasanya. Hal ini bergantung pada tingkat
pendidikan, peranan dalam masyarakat dan jenis pekerjaan.
BAB III
KESIMPULAN
Psikologi linguistik adalah ilmu
yang mempelajari mengenai penggunaan bahasa dan cara pemerolehan bahasa pada
manusia. Terdapat tiga bidang kajian utama psikologi linguistik yaitu
psikolinguistik umum, psikolingustik perkembangan dan psikolinguistik terapan.
Psikolinguistik merupakan urat nadi pengajaran bahasa.Psikolingusitik dan
pengajaran bahasa tidak dapat dipisahkan, karena focus atau tumpuan
psikolinguistik adalah pemerolehan bahasa, disamping pembelajaran bahasa dan
pengajaran bahasa. Focus kajian psikolingustik yaitu pemerolehan, pengajaran
dan pembelajaran bahasa. Ketiga aspek tersebut berkaitan satu sama lain.
Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlaku di dalam otak seseorang anak
ketika memperoleh bahasanya. Proses pemerolehan terjadi ketika anak sedang
memperoleh bahasa terdiri dari dua aspek: pertama aspek performance yang
terdiri dari aspek-aspek pemahaman dan pelahiran. Kedua aspek kompetensi
(kemampuan linguistik). Kemampuan bahasa anak terdiri dari tiga bagian yaitu:
kemampuan fonologi, semanti dan kalimat. Ketiga bagian ini diperoleh anaki
secara serettak atau bersamaan.
Pemerolehan bahasa adalah
proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa
ibunya .Pemerolehan bahasa anak dimulai dari lingkungannya terutama lingkungan
keluarga, ini disebut pemerolehan bahasa pertama yang terjadi dalam kehidupan
awal anak. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi, yaitu imitasi, produktivitas, umpan balik dan prinsip oprasi.
Sedangkan pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh bahasa
lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa ibu
(bahasa pertama).
DAFTAR PUSTAKA
Hartati Tatat dkk. 2006. Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Rendah. Bandung: UPI Pres
Santosa P dkk. 2005. Materi dan
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Pusat Penerbitan UT.
Resmini N dkk. 2006 Pembinaan dan
Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: UPI Pres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar